Rabu, 18 Mei 2011

Khutbah Jum'ah 22 April 2011 : Kebenaran, Keimanan, Ketaqwaan & Kesabaran


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
 نَحْمَدُهُ وَنُصَلِّىْ عَلَى رَسُوْلِهِ الْكَرِيْمِ  وَعَلَى عَبْدِهِ اْلمَسِيْحِ اْلمَوْعُوْدِ

KHUTBAH JUM’AH
HAZRAT AMIRUL MU’MININ KHALIFATUL MASIH   V atba Tanggal  22  April 2011  dari Masjid Baitul Futuh London UK Tentang: KEBENARAN, KEIMANAN, KETAQWAAN DAN KESABARAN



Setelah membaca dua kalimah syahadah dan menilawatkan surat Alfatihah Huzur atba bersabda :  Hazrat Masih Mau’ud a.s. bersabda : “ Aku telah diutus kedunia agar zaman kebenaran dan keimanan zahir kembali. Dan, agar taqwa timbul kembali didalam hati manusia.”  Seorang Ahmady yang menda’wakan diri telah bai’at masuk kedalam Jema’at beliau, ia harus memperhatikan dan merenungkan sabda beliau a.s. itu setiap waktu, dan harus berusaha menerapkan-nya dalam kehidupannya sehari-hari. Jika ia berhasil dalam melakukan demikian berarti ia telah berhasil menyempurnakan perjanjian bai’atnya. Jika tidak ia hanya merupakan da’wa saja telah bai’at tidak ada gunanya. Kebenaran dan iman yang ingin Hazrat Masih Mau’ud a.s. bangkitkan atau Allah swt telah mengutus beliau kedunia dengan tujuan agar taqwa dapat timbul kembali didalam hati manusia bukanlah perkara baru. Sebagaimana beliau bersabda : Zaman kebenaran dan keimanan zahir kembali. Yakni zaman kebenaran dan keimanan serta ketakwaan yang sudah hilang lenyap, kemudian membawanya kembali adalah tugas Hazrat Masih Mau’ud a.s. Sebagaimana kita semua tahu bahwa zaman berdirinya kebenaran, iman dan taqwa dengan semaraknya yang sangat hebat telah terjadi diwaktu Allah swt mengutus Hazrat Nabi Muhammad Mustafa saw kedunia sambil menyempurnakan Syari’at dengan firman-Nya : Alyauma akmaltu lakum diinakum wa atmamtu alaikum ni’mati warodhitu lakumul islama diinan. Artinya : Pada hari ini bagi faedah kamu telah Aku- sempurnakan agama-mu dan telah Aku penuhi semua ihsan-Ku atas kamu dan Aku ridhoi bagi kamu  Islam sebagai agama. (Al Maidah: 4) Ketika pengumuman ini dikumandangkan oleh Allah swt, pada waktu itu semua perkara sudah ditegakkan dengan sempurna. Jadi bagi setiap orang Ahmady tidak boleh mempunyai suatu fikiran sekecil apapun bahwa Hazrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud a.s. telah membawa suatu amanat baru. Dan tidak boleh seorang Ahmady berfikir serupa itu. Beliau yang dijanjikan akan datang sesuai dengan khabar ghaib Alqur’an dan nubuatan Hazrat Rasulullah saw, sekarang sudah datang untuk menegakkan kembali kebenaran, menegakkan kembali iman dan taqwa itu yang Hazrat Rasulullah saw sendiri telah menegakkannya dimasa permulaan. Dan semuanya telah lenyap kembali disebabkan kelemahan dan perbuatan buruk orang-orang Muslim sendiri.  

Maka kita orang-orang Ahmady yang menyatakan diri telah beriman kepada Hazrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi, Masih Mau’ud a.s. berkewajiban untuk memeriksa apakah kita sudah menanamkan kebenaran, iman dan taqwa itu didalam diri masing-masing? Apakah ajaran yang telah diberikan oleh Alqur’anul Karim, yang telah dicontohkan pengamalannya oleh para sahabah r.a. didalam kehidupan mereka, kita telah berusaha menanamkannya didalam diri kita masing-masing ataukah sekarang sedang melakukannya demikian? Dengan amalan-amalan itu dizaman Hazrat Rasulullah saw banyak sekali orang-orang beriman telah menciptakan perubahan besar didalam diri mereka. Apakah kita telah berusaha menanamkan taqwa didalam lubuk hati kita seperti yang telah kita baca didalam riwayat hidup para sahabah r.a. ? Hazrat Masih Mau’ud a.s. dizaman beliau sendiri telah menciptakan perobahan besar didalam kehidupan para sahabah beliau a.s., yang diantaranya akan saya jelaskan didalam khutbah pada hari ini. Sebuah kalimat yang telah diucapkan oleh Hazrat Masih Mau’ud a.s : ” Aku telah diutus oleh Allah swt agar zaman kebenaran dan keimanan serta taqwa didalam kalbu-kalbu manusia zahir kembali. Maka, demi zahirnya kembali semua amalan itulah tujuan diutusnya aku kedunia. Jadi, apabila beliau bersabda kepada para pengikut beliau a.s.  begini : ” Hai cabang-cabang wujudku yang subur menghijau !” Maka orang-orang yang melaksanakan semua amalan yang telah dijelaskan beliau itulah yang dapat menjadi ”cabang-cabang wujud beliau yang subur dan menghijau” itu. Sebab, itulah asas yang telah dimaksudkan bagi kedatangan wujud beliau. Tidak mungkin dahan-dahan sebatang pokok (pohon) yang berbuah manis dan lezat memberi buah yang jelek dan busuk. Atau dahan-dahan kering menjadi bagian dari batang pokok itu. Pemilik sebuah pokok (pohon) tidak akan membiarkan batang-batang yang kering diatas pokoknya, pasti ia akan memotong dan membuangnya. Keadaan seperti itu sungguh menakutkan! Kita harus ingat setiap waktu bahwa setelah bai’at kewajiban-kewajiban apa yang harus kita lakukan. Apabila saya mendengar keadaan dan kissah orang-orang yang baru bai’at masuk Jema’at Ahmadiyah, atau saya membacanya didalam surat-surat mereka, iman saya semakin meningkat. Akan tetapi sebaliknya, apabila saya mengetahui keadaan dan kissah kehidupan banyak orang-orang Ahmady yang orang tua dan sesepuh mereka itu, sudah dicemari oleh kelemahan dan keburukan-keburukan maka timbul rasa duka dan prihatin didalam hati saya. Mereka tidak menaruh perhatian untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam sebagaimana yang diinginkan oleh Hazrat Masih Mau’ud a.s..Sebagai Ahmady keturunan seringkali mereka menunjukkan kemalasan. Jadi, setiap orang Ahmady sambil menilai keadaan hati masing-masing harus selalu menjaga dan memeriksa, apakah ia tidak terlibat dalam suatu kehidupan yang mengakibatkan, na’uzubillah, na’uzubillah, sudah tertutup jalan untuk kembali? Apakah kita tidak menjadi orang-orang Ahmady hanya nama saja? Didalam nasihat-nasihat Hazrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud a.s. dan didalam tulisan-tulisan beliau telah mengingatkan berulang kali bahwa ruh atau spirit sejati Ahmadiyyat akan tetap berdiri apabila kita selalu memeriksa keadaan pribadi masing-masing. Jangan sampai terjadi perbuatan kita bertentangan dengan perkataan yang kita ucapkan. Beliau a.s. ingin menyaksikan perbedaan yang jelas antara kita dengan orang-orang diluar Jema’at. Dibanyak tempat beliau a.s. bersabda : ” Saya berulang kali dan sering sekali berkata bahwa secara zahirnya kita dengan orang-orang Muslim lain sama saja. Kalian juga Muslim dan mereka juga menamakan diri mereka Muslim. Kalian membaca kalimah syahadat dan mereka juga membaca dua kalimah syahadat. Kalian menda’wakan diri patuh ta’at terhadap ajaran Alqur’an dan mereka juga menda’wakan diri mengikuti ajaran Alqur’an. Pendeknya, antara kalian dengan mereka mempunyai penda’waan yang sama. Akan tetapi Allah swt tidak merasa senang hanya dengan penda’waan semata, jika tidak disertai dengan amal-perbuatan nyata. Dan jika penda’waan kalian tidak dibuktikan dengan suatu amal perbuatan nyata dan dengan bukti adanya perubahan dalam diri pribadi kalian.” Oleh sebab itu sering sekali beliau a.s. bersabda : ” Penda’waan harus disertai bukti adanya perubahan dalam diri pribadi.” Beliau a.s. bersabda lagi : ” Oleh sebab itu seringkali hati saya merasa sangat duka dan tersiksa sekali disebabkan kesedihan seperti itu.” Jadi, Hazrat Masih Mau’ud a.s. menginginkan bukti secara amaliah dari kita. Jika kita selalu memeriksa keadaan diri kita sendiri, pasti kita dapat menilai keadaan ruhani kita yang lebih baik lagi. Jika ada orang lain yang menilai kita, kadangkala kita merasa tersinggung dan marah. Atau dengan adanya penilaian orang lain akan menimbulkan egotisme dan kesombongan terhadap diri kita. Untuk mengadakan peninjauan terhadap diri sendiri, harus diingat didalam hati bahwa Tuhan setiap waktu sedang memperhatikan saya. Dan aku sudah ikrar janji bai’at. Menyempurnakan janji itu adalah kewajiban-ku. Maka dengan cara demikian manusia akan dapat menghisab dirinya dengan baik sekali. Seorang Ahmady bagaimanapun lemahnya iman dia, masih memiliki semangat didalam hatinya. Dan bila saja timbul kesadaran maka ia mulai melakukan suatu amal kebaikan. Jadi, setiap orang Ahmady perlu sekali menghidupkan imannya itu dengan siraman air amal perbuatannya. Hal itu perlu dipelihara supaya iman tetap segar setiap waktu. Perasaan duka dan sengsara hati Hazrat Masih Mau’ud a.s. harus dapat dirasakan oleh kita. Orang yang mempunyai perasaan demikian maka lambat-laun dahan keringnya akan berubah menjadi subur menghijau. Banyak orang Ahmady yang menulis surat kepada saya dan didalam surat itu mereka mencurahkan perasaan hati dengan kesan berat ; Hazrat Masih Mau’ud a.s. ingin menyaksikan adanya perubahan pada diri kami... Maka, siapapun yang menzahirkan perasan dirinya dan memohon pertolongan dari Allah swt, maka Allah swt Yang mencintai hamba-Nya lebih dari seorang ibu mencintai anaknya, Dia berlari menyambut orang yang datang kepada-Nya dan merangkulnya dengan penuh kecintaan. Maka, keadaan orang seperti itu akan cepat sekali berubah. Jadi, Allah swt telah menganugerahkan peluang emas kepada kita semua, jika kita tidak mengambil faedah dari kesempatan itu, tentu kita akan menjadi orang yang bernasib sangat malang sekali. Pernyataan rasa duka dan tersiksa didalam hati Hazrat Masih Mau’ud a.s. beliau nyatakan diwaktu para sahabah berada bersama-sama beliau dan secara langsung mereka sedang meraih banyak berkat dari beliau a.s. yang apabila kita mendengar atau membaca tentang nilai luhur tauladan mereka itu menimbulkan rasa kagum didalam hati kita, bagaimana beliau-beliau itu telah berhasil mengadakan perubahan besar didalam diri mereka. Akan tetapi tengoklah bagaimana duka dan tersiksa perasaan hati Hazrat Masih Mau’ud a.s. dan tengoklah pula bagaimana standar taqwa yang beliau a.s. inginkan dari para pengikut beliau a.s. justeru pada waktu itu-lah beliau a.s. cetuskan ketika beliau telah banyak menyaksikan keadaan para sahabah beliau a.s. itu, Beliau bersabda : ” Saya merasa sangat duka dan tersiksa sekali disebabkan kesedihan itu.” Sedangkan keadaan kita sekarang akan menimbulkan lebih banyak lagi kesedihan dan kedukaan hati beliau a.s., sekalipun sekarang beliau a.s. sudah tidak ada lagi bersama kita. Namun keadaan-keadaan kita, bagaimana keadaan-keadaan diantara para sahabah beliau a.s., atau keadaan dari antara anak keturunan mereka r.a. dapat saja diperlihatkan oleh Allah swt dihadapan beliau a.s. Orang-orang dizaman Hazrat Masih Mau’ud a.s. yang terselamat dari lingkungan yang kotor, dengan rela meninggalkan kehidupan duniawi mereka demi meraih keridhaan Allah swt, menggabungkan diri dengan Hazrat Al Masih Akhir Zaman, menjalani kehidupan dengan janji akan selalu mendahulukan kepentingan agama diatas kepentingan duniawi. Namun keadaan anak isteri kebanyakan diantara mereka sangat lemah. Jadi, untuk memelihara kehormatan para orang tua leluhur kita, harus selalu mengingat keadaan mereka dengan niyat untuk mengikuti jejak langkah mereka. Kita harus merenungkan bagaimana bersihnya kehidupan beliau-beliau itu, harus mengetahui mengapa beliau-beliau itu bai’at masuk Jema’at. Maka barulah kita akan bergerak kearah suatu tujuan yang dimaksud. Dan kita akan menjadi wujud yang mampu menyempurnakan keinginan-keinginan beliau-beliau itu.  

Beberapa hari yang lalu seorang anak Ahmady senior bernama Mudi Khan Sahib menceritakan tentang ayah beliau kepada saya. Mudi Khan Sahib belajar di Aligarh University dan memperoleh gelar B.Sc. bidang chemistry. Dan pada zaman lampau sangat sedikit sekali pelajar-pelajar muslim yang mengambil pelajaran chemistry. Vice chancellor University berkata kepadanya : ” Kamu pelajar yang baik dan telah memperoleh hasil yang baik pula. Kami akan memberi kamu pekerjaan di University sambil meneruskan pelajaran kamu. Seorang Inggeris juga telah menawarkan sebuah pekerjaan kepadanya dan menyarankan supaya ia mengikuti Indian civil service. Pada waktu itu Khan Sahib berada di Qadian diwaktu Khilafat Hazrat Khalifatul Masih II r.a. Semua perkara beliau itu diceritakan kepada Huzur r.a. dan berkata : ” Huzur, saya tidak menghendaki terlibat didalam kehidupan duniawi. Saya tinggal di Qadian jika saya mendapat pekerjaan sebagai tukang sapu membersihkan lorong-lorong di Qadian maka saya akan pilih pekerjaan ini dibanding dengan pekerjaan yang lebih tinggi ditempat lain. Demikianlah anggauta Jema’at senior diwaktu itu khasnya para sahabah Hazrat Masih Mau’ud a.s.yang telah mendapat martabat ketaqwaan yang sangat tinggi. Kemudian beliau dipekerjakan di High School sebagai guru Science. Dan beliau dipilih menjadi Nazir Baitul Mal Qadian, kiranya beliau adalah Nazir Baitul Mal pertama di Qadian. Jadi para senior Ahmady khasnya para sahabah Hazrat Masih Mau’ud a.s. memperoleh martabah yang tinggi dalam keikhlasan dan ketaqwaan. Akan tetapi ada juga beberapa sahabah yang memiliki kelemahan yang telah diketahui oleh Hazrat Masih Mau’ud a.s. sehingga beliau bersabda : “ Kami merasa sangat sedih sampai kedasar lubuk hati.” Maka mengoreksi atau memeriksa keadaan diri pribadi kita sangat diperlukan sekali. Jika kita sadar, anak-keturunan siapakah kita ini ? Bagaimana para sesepuh kita telah mengadakan perobahan suci didalam diri pribadi beliau-beliau setelah bai’at masuk Jema’at Ahmadiyah. Jika kita merenungkan hal itu semua dan kita berjanji tidak akan membiarkan nama sesepuh-sesepuh kita tercemar. Maka cara perbaikan seperti ini akan meningkatkan standar taqwa kita yang tinggi dalam bentuk yang sangat baik sekali. Kita akan mendapat kekuatan dan semangat untuk melakukan amal saleh. Dan itulah tanda bagi sebuah kaum yang hidup. Mereka tidak membiarkan hilang kehormatan sesepuh mereka. Dan mereka selalu mencari kedudukan yang lebih unggul. Dan terus berusaha meningkatkan standar kedudukan mereka. Dan mereka menjadi para pendatang baru menggabungkan diri didalam Jema’at dengan semangat baru. Dan apabila mereka menyaksikan mutu sesepuh mereka sangat tinggi maka timbul semangat untuk berlomba menandingi mereka. Sehingga mutu kebaikan mereka ditingkat nasional-pun terus meningkat. Jadi, ketika kita menda’wakan diri telah beriman kepada Hazrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud a.s. kita berkewajiban untuk merubah keadaan pribadi kita dan menciptakan perubahan  besar diatas dunia, maka untuk itu diperlukan mengadakan peninjauan secara dawam terhadap diri pribadi kita. Bukan hanya mengadakan peninjauan terhadap diri sendiri saja melainkan terhadap anak isteri kita juga. Hazrat Masih Mau’ud a.s. bersabda : ” Isteri lebih cermat mengawasi rahasia perbuatan dan perkataan suaminya. Jika suami baik maka isteri-pun mesti baik. Jika tidak ia akan memperlihatkan cermin kepada suaminya sambil berkata; Mengapa ingin melakukan perbaikan pada diriku? Rubahlah dulu keadaan diri sendiri !” Jadi, untuk mengadakan perbaikan terhadap perempuan, pertama-pertama laki-laki harus mengadakan perbaikan terhadap dirinya sendiri. Kita harus selalu ingat  untuk mengadakan perbaikan terhadap kaum perempuan agar mendapat jaminan bagi kebaikan anak keturunan kita dimasa mendatang. Jadi, untuk mengadakan perubahan suci bagi jenerasi yang akan datang, untuk memelihara mereka agar tetap berdiri diatas agama, diperlukan bagi kaum lelaki untuk mengadakan paling banyak perubahan pada diri mereka. Maka, contoh tauladan laki-perempuan, contoh tauladan ibu-bapak, contoh tauladan suami-isteri, terhadap anak-anak juga harus diberi perhatian untuk dipertahankan, bahwa tujuan utama kita bukan terlibat hanya didalam urusan duniawi saja. Melainkan harus terlibat  dalam usaha mencari keridhaan Allah swt juga.                                                                         

Saya ingin menjelaskan suatu perkara, yaitu jangan timbul fikiran bahwa para sahabah Hazrat Masih Mau’ud a.s. memiliki banyak sekali kelemahan-kelemahan, Hazrat Masih Mau’ud a.s. karena terpaksa telah bersabda demikian. Sesungguhnya sangat sedikit sekali para sahabah yang tidak memenuhi standar yang dikehendaki oleh Hazrat Masih Mau’ud a.s. tetapi beliau a.s. tidak ingin melihat suatu kelemahan mereka walupun hanya sedikit. Didalam suatu majlis dimana Hazrat Masih Mau’ud a.s. menyatakan rasa sedih setelah melihat keadaan beberapa orang, namun beliau a.s. juga telah menyatakan bahwa : ” Kami menyaksikan didalam Jema’at kita ini telah nampak keikhlasan dan kecintaan yang sangat istimewa. Kadangkala setelah melihat semangat keikhlasan dan kecintaan yang bergelora kami sendiri merasa hairan dan kagum sekali.” Jadi, banyak sekali para sahabah yang menunjukkan semangat iman dan kecintaan yang tinggi, bahkan sebagian besar dari para sahabah itu sudah demikian keadaan-nya. Bahkan kita harus mengatakan bahwa keadaan semua para sahabah sudah demikian tinggi dibandingkan dengan keadaan kita. Akan tetapi, Nabi ingin melihat Jema’at-nya mempunyai standar yang sangat tinggi dizamannya. Zaman dimana kita sekarang berada, adalah zaman Hazrat Masih Mau’ud a.s.., masih banyak sekali khabar-khabar ghaib Allah swt yang masih menunggu kesempurnaannya. Janji Allah swt yang diberikan kepada beliau a.s. masih banyak yang sedang menunggu kesempurnaannya. Jika kita ingin menyaksikan sempurnanya janji-janji itu dalam kehidupan kita, maka kita harus mememlihara kebenaran, iman dan standar taqwa kita. Jika kita menginginkan dari Allah swt agar Dia memperlihatkan kemenangan Jema’at kepada kita, maka kita harus berusaha untuk meraih keridhaan-Nya. Saya ingin beritahu anda sekalian bahwa dizaman ini sudah banyak sekali orang-orang yang ikhlas dan patuh-ta’at didalam Jema’at ini. Dan didalam anak-keturunan kita juga ruh ini sedang berkembang maju.”                           

Pada suatu ketika saya menyatakan rasa khawatir terhadap para Anggauta Jema’at di Pakistan. Setelah peristiwa penyerangan terhadap mesjid-mesjid kita di Lahore, khuddam dan Ansar saff dom melakukan penjagaan terhadap mesjid-mesjid kita disana. Namun telah diterima laporan tentang beberapa orang diantara petugas security disana bahwa, disebabkan telah melakukan tugas yang cukup lama, mereka sudah menyatakan lelah. Atau mereka menyatakan tidak tertarik lagi oleh tugas itu. Oleh kerana itu saya menganggap perlu sekali memberi perhatian khas terhadap hal itu. Atau Nizam disana perlu diingatkan terhadap hal itu. Ketika perkara ini disampaikan oleh Sadr Khuddamul Ahmadiyah Pakistan kepada para khuddam disana, maka banyak sekali surat saya terima dari para Khuddam di Pakistan. Didalam surat itu banyak sekali pernyataan-pernyataan ikhlas dan setia dan mereka menyatakan telah memperbaharui lagi janji setia mereka. Mereka berkata : ” Kami tidak merasa lelah dan tidak pula akan menyatakan lelah dimasa mendatang bahkan tidak akan pernah berpikir bahwa tugas-tugas Jema’at menjadi beban bagi kami. Kami harap Huzur jangan khawatir tentang kami.” Dari perempuan-perempuan juga banyak sekali surat-surat telah diterima. Katanya; Saudara-saudara kami atau suami-suami kami atau anak-anak kami apabila pulang dari pekerjaan, mereka segera pergi ketempat melaksanakan tugas-tugas Jema’at. Dan kami dengan senang hati melepas mereka. Dan kami dengan karunia Allah swt sekalipun harus tinggal sendirian dirumah sama-sekali tidak merasa takut sedikitpun.  Demikianlah keikhlasan dan kesetiaan seperti yang telah disabdakan oleh Hazrat Masih Mau’ud a.s. sebelumnya, telah timbul disebabkan iman yang bergelora didalam hati mereka. Sehubungan dengan itu perlu juga diingat bahwa ditengah-tengah kesibukan menjalankan tugas jangan sekali-kali lupa kepada Allah swt. Salat-salat hendaknya dilaksanakan tepat pada waktunya, sibukkan mulut kita membaca zikir ilahi diwaktu menjalankan tugas-tugas Jema’at. Kekuatan yang paling tangguh adalah Zat Tuhan kita. Pertolongan yang akan  kita terima akan diterima hanya dari Allah swt. Usaha-usaha kita sedikit sekali dan tidak mengandung arti apa-apa. Apapun yang harus dikerkajan, Tuhanlah yang mengerjakannya. Jadi, apabila kita berpegang erat kepada Allah swt maka Dia sendiri Yang menghadapi musuh-musuh kita. Dia akan menghalangi tangan-tangan mereka. Jadi, jangan sekali-kali malas memanjatkan do’a. Kesan-kesan semua ibadah itu secara amaliah dalam keadaan biasa-pun zahir sesuai dengan keadaan pribadi masing-masing. Barulah kita akan dapat mencapai standar yang telah dijelaskan oleh Hazrat Masih Mau’ud a.s. kepada kita. Hazrat Masih Mau’ud a.s bersabda : ” Allah swt berfirman; innallaha ma’al ladziinat taqau walladziina hum muhsinun. Artinya : orang-orang yang berusaha untuk menjadi muttaqi selalu mendapat pertolongan-Nya dan ia setiap waktu merasa takut dan gemetar dari perbuatan pelanggaran. (16: 129) Maka, setiap waktu taqwa dan takut kepada Allah swt selalu melindunginya dan ia terhindar dari ketakutan dunia juga. Jadi, setiap Ahmady harus merasa takut kepada Allah swt jangan sampai Dia marah kepada kita.” Ditempat lain Hazrat Masih Mau’ud a.s. bersabda lagi ; ” Allah swt secara langsung berfirman kepada-ku agar aku memberitahu kepada Jema’at-ku, bahwa orang beriman yang imannya tidak dicampuri kepentingan duniawi, yang imannya tidak dicampuri kemunafiqan dan rasa pengecut, yang imannya tidak kosong sedikitpun dari patuh-ta’at, orang demikianlah yang disenangi oleh Allah swt. Dan Allah swt berfirman ; ” Langkah orang demikianlah yang benar.” Jadi, standar iman seperti itulah yang dikehendaki dari kita oleh Hazrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud a.s. Semoga Allah swt memberi taufiq kepada kita agar kita mampu memperoleh standar iman seperti itu. Sekarang saya ingin menjelaskan perkara itha’at didalam khutbah ini, yang telah saya singgung sebelumnya diatas. Hazrat Masih Mau’ud a.s. bersabda : ” Janganlah meninggalkan itha’at sekecil apapun. Itha’at mempunyai berbagai macam bentuk dan itha’at mempunyai bermacam standar. Misalnya itha’at kepada Nizam (administrasi) Jema’at dan itha’at kepada hukum-hukum Allah swt untuk dilaksanakan. Itulah dua macam itha’at. Selain itu banyak lagi itha’at yang dapat difikirkan oleh manusia. Setiap jenis perkara sudah terdapat didalam Nizam, untuk mengatur dan untuk mengamalkan peraturan Nizam itu secara sempurna dan untuk menjadi orang yang patuh-tha’at kepada Allah swt, hanya itha’atlah yang harus selalu diperhatikan setiap sa’at. Misalnya mutu itha’at, salah satu contoh tingkatan pertama yang terdapat didalam sejarah Ahmadiyah adalah mengenai itha’atnya Hazrat Khalifatul Masih awal r.a. Ketika beliau menerima telegram dari Hazrat Masih Mau’ud a.s. yang berbunyi: ” Datanglah segera.” Pada waktu itu Hazrat Khalifatul Masih awal r.a. sedang duduk didalam perpustakaan pribadi beliau. Tanpa fikir apa-apa lagi beliau r.a. langsung berangkat ke Stasiun Kreta Api. Orang yang sedang memanggil beliau itu bukan tinggal dikota yang sama, melainkan Hazrat Masih Mau’ud a.s. berada dikota Dheli dan Hazrat Khalifatul Masih awal di Qadian, puluhan bahkan ratusan mil jauhnya. Beliau hanya mengirimkan pesan kepada keluarga bahwa beliau sedang pergi, tanpa membawa perlengkapan berupa pakaian dan keperluan-keperluan lainnya bahkan tanpa membawa ongkos perjalanan. Beliau mengira semua itu tidak perlu, yang penting segera menyambut panggilan Junjungan beliau. Beliau langsung pergi ke Stasiun Kreta Api dan Kreta Api-pun trlambat untuk beberapa waktu lamanya. Di Stasiun berjumpa sahabat, seorang kaya raya. Orang kaya itu ingin memeriksakan orang sakit yang dibawanya kepada Hazrat Khalifah awal r.a. dan ia memohon agar beliau r.a. dapat memeriksa orang sakit itu selama Kreta Api belum tiba karena terlambat. Setelah orang sakit itu diperiksa, orang kaya itu dengan senang hati memberi sejumlah wang sebagai biaya pemeriksaan kepada beliau r.a. Wang hasil pemeriksaan itulah yang menjadi biaya perjalanan beliau dari Qadian kekota Dheli. Begitulah Allah swt telah mengatur segala keperluan beliau r.a. dan beliau akhirnya sampailah ke Dheli dan hadir dihadapan Junjungan beliau tercinta, Hazrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud a.s. Ketika telah sampai ditempat tujuan baru diketahui bahwa Hazrat Masih Mau’ud a.s. tidak meminta beliau datang segera. Penulis telegram itulah yang telah menulis ”datang segera”. Walaupun demikian beliau r.a. sedikitpun tidak complain atau tidak menyesali siapapun, mengapa beliau telah disusahkan dengan cara demikian, beliau duduk disana dengan gembira dan senang hati. Itulah sebuah contoh itha’at yang bernilai sangat tinggi. Setiap pikiran dan pemahaman tidak ada artinya dibanding dengan perintah. Perintah mendapat prioritas utama untuk diamalkan. Dan tengoklah juga bagaimana Allah swt telah mengatur bagi beliau. Terhadap orang semacam itulah Allah swt menyatakan rasa senang dan cinta. Jadi, hal itu telah menjadi tauladan bagi kita. Kemudian  kepada para ahli jawatan kuasa (anggauta pengurus) dari kedudukan yang paling bawah sampai kepada kedudukan yang paling atas sampai kepada Khalifa-e-waqt, diwajibkan itha’at. Dan itulah mata rantai itha’at sampai kepada Rasul dan kepada Allah swt. Sebagaimana Hazrat Rasulullah saw telah bersabda ; ” Barangsiapa yang itha’at kepada Amir-ku ia itha’at kepada-ku dan barangsiapa itha’at kepada-ku ia itha’at kepada Allah swt. Jadi, itha’at kepada Nizam Jema’at sangat diperlukan sekali bagi asas semua itha’at. Jika kita perhatikan, untuk menjalankan semua organisasi baik ruhani maupun duniawi diperlukan sebuah Nizam atau sistim administrasi. Tanpa hal itu suatu organisasi tidak dapat dijalankan. Didalam organisasi duniawi, atau pemerintahan juga memiliki Nizam yang sangat diperlukan, tanpa hal itu semua tidak akan dapat berjalan. Dalam pemerintahan duniawai juga untuk menjalankan Nizam-nya disetiap level mempunyai undang-undang dan peraturan tertentu. Dan mentha’ati peraturan-peraturan itu sangat diperlukan sekali. Oleh karena Pemerintah mempunyai kekuasaan penuh, maka itha’at terhadap Nizamnya diimplimentasikan sesuai dengan undang-undang yang telah ditentukan. Akan tetapi didalam sebuah Nizam Ruhani, ikhlas dan setia serta ridha Allah swt adalah asas bagi itha’at. Oleh sebab itulah disini Allah swt berfirman kepada Hazrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud a.s. : ”Orang yang itha’at pada setiap tingkatan sangat Aku sukai,” Jadi, orang yang itha’at kepada pengurus Jema’at dari tingkatan yang paling rendah sampai kepada tingkatan yang paling tinggi ia lakukan demi
meraih keridhaan Allah swt.                                                  

Janji Allah swt tentang Khilafat yang diberikan kepada Jema’at Ahmadiyah dan didalam Alqur’an janji Khilafat yang telah diberikan terhadap orang-orang mukmin, contoh tunggal pada waktu sekarang ini hanya terdapat didalam Jema’at Ahmadiyah. Akan tetapi didalam ayat sebelum ayat istikhlaf (ayat tentang khilafat) Allah swt telah berfirman :
                                                                                                                                                                    
Artinya : Dan mereka telah bersumpah dengan teguh atas nama Allah, bahwa jika engkau perintahkan kepada mereka, niscaya mereka akan keluar segera. Katakanlah! Janganlah bersumpah; apa yang dituntut dari kamu adalah ”tha’at kepada yang benar”. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan. (An Nur : 54) 

Didalam ayat ini Allah swt telah mengingatkan terhadap itha’at yang dilakukan orang-orang mukmin. Bagaimana orang-orang mukmin melakukan itha’at. Apabila mereka menerima perintah, mereka berkata : sami’na wa atha’na yakni kami dengar dan kami tha’at. Demikianlah pernyataan orang-orang mukmin. Apakah perintah itu sesuai dengan keinginan kami atau sebaliknya bertentangan dengan keinginan kami, kami tetap melakukannya dengan penuh tha’at. Kewajiban kami adalah itha’at. Demikianlah standar tinggi itha’at yang harus dimiliki oleh orang-orang mukmin. Itulah yang dimaksud oleh Allah swt : Jika kamu betul-betul orang mukmin, tidak perlu mengucapkan sumpah-sumpah besar. Cukup hanya itha’at sesuai dengan peraturan yang ma’ruf. Bukankah sambil berdiri selalu mengucapkan janji : Aku berjanji akan mematuhi segala keputusan apapun yang ma’ruf? Akan tetapi apabila sudah ada keputusan malah berpaling dari padanya. Maka, Allah swt berfirman : Mukmin sejati adalah mereka yang tidak hanya melakukan sumpah, melainkan menyatakan itha’at sepenuhnya dalam setiap keadaan. Disini saya ingin menjelaskan lagi, sebelumnya juga sudah saya jelaskan yaitu, mengenai keputusan yang ma’ruf atau itha’at kepada keputusan yang ma’ruf. Khilafat Ahmadiyah tidak pernah mengeluarkan suatu keputusan yang bertentangan dengan Syari’at atau undang-undang Allah swt. Keputusan ma’ruf adalah keputusan apapun juga yang sesuai dengan syari’at harus dipatuhinya. Jika setiap orang Ahmady tetap yakin bahwa Silsilah Khilafat ini adalah Khilafat ’ala minhajjin nubuwwat, maka ia juga harus yakin bahwa Khalifah tidak akan mengeluarkan suatu hukum atau perintah yang bertentangan dengan syari’at. Demikian juga berkenaan dengan Nizam Jema’at, apabila Jema’at ini bekerja dibawah Nizam Khilafat maka ia tidak akan mengeluarkan suatu perintah bertentangan dengan undang-undang syari’ah. Jika ia mengeluarkan juga undang-undang itu karena alasan tertentu, atau telah melakukan kesalahan dengan mengeluarkan suatu perintah, maka Khalifa-e-waqt akan membetulkan kekeliruan atau kesalahannya itu. Jadi, apabila seorang Ahmadi berdo’a demi teguhnya Khilafat, maka ia juga hendaknya berdo’a untuk dirinya sendiri, agar ia menjadi seorang penegak itha’at yang bermutu tinggi. Supaya ia menjadi orang yang disukai oleh Allah swt, dan supaya ia selalu mendapat limpahan ni’mat Khilafat. Diatas hidayat mana ia telah berdiri mudah-mudahan ia tidak luput dari berkat-berkatnya.      

Kadangkala, kebanyakan manusia demi kepentingan pribadi mereka sendiri telah menaruh kecurigaan terhadap Nizam Jema’at, bahkan telah menyatakan tidak percaya terhadap Nizam Jema’at. Dan mereka menjadi luput dari ni’mat-ni’mat yang Allah swt telah menganugerahkannya lagi setelah 14 abad lamanya. Misalnya dalam perkara legal reasons (perundang-undangan). Disebabkan tekanan undang-undang yang berlaku didalam Nizam terpaksa Nizam Qadha meminta sebuah pernyataan tertulis kepada orang yang telah dikenakan sangsi bahwa apapun yang telah diputuskan oleh Nizam diterima dengan dada terbuka. Namun orang-orang yang dimaksud itu menolak tidak mau memberi pernyataan itu. Mereka telah berbuat buruk sangka sambil berkata; ”Keputusan itu telah sengaja dibuat menentang kami. Oleh sebab itu kami tidak akan memberi pernyataan yang diminta.” Sebenarnya niyat orang demikian sejak permulaan sudah tidak baik. Mereka ingin supaya perkara itu menjadi panjang sambil berkata; Biarlah jika disini tidak selesai, perkara ini akan diajukan ke Pengadilan Negeri. Namun ketika mereka itu telah menolak keputusan Nizam Qadha lalu pergi kepada pengadilan Negeri, disana-pun keputusannya semakin bertentangan dengan kehendak mereka, maka akhirnya mereka berusaha kembali lagi kepada Nizam Qadha. Namun Jema’at tidak menangani perkara orang yang demikian itu. Sebab sejak permulaan orang-orang itu telah keluar dari itha’at terhadap Nizam yang didirikan oleh Jema’at. Mereka tidak percaya kepada Nizam Jema’at. Maka nyatalah akibatnya sebagaimana Allah swt berfirman : ”Orang yang keluar dari itha’at tidak Aku sukai.” Apabila manusia sudah menjadi sasaran kemarahan Allah swt, sekalipun secara zahir ia mengaku sebagai anggauta Jema’at-Nya, sesungguhnya orang seperti itu sudah terlepas dari berkat-berkat yang Allah swt turunkan kepada hamba-hamba Jema’at-Nya karena Jema’at-Nya. Jadi, sekalipun nampaknya perkara-perkara ini kecil akan tetapi disebabkan buruknya egotisme dan buruk sangka pribadi seseorang akhirnya membuat dia luput dari berkat-berkat Allah swt. Maka, setiap orang Ahmady harus berusaha untuk menjadi hamba-hamba pilihan Allah swt yang disukai. Dan didalam keadaan demikianlah terletak keselamatan dan kekalnya anak-keturunan kita. Bersaman dengan hal itu saya ingin berkata kepada para anggauta pengurus Jema’at bahwa, meraka akan patut dikatakan sebagai para wakil Khilafat apabila mereka menjadi orang-orang yang memenuhi tuntutan keadilan disertai rasa takut kepada Allah swt. Jika seseorang tergelincir disebabkan seorang anggauta pengurus maka anggauta pengurus itu telah berbuat salah. Sebab ia tidak melaksakan kewajiban sesuai dengan amanat yang diberikan Allah swt kepadanya. Jika ia tersandung disebabkan kesalahannya sendiri, dan sengaja telah terjadi demikian maka sesungguhnya ia telah berbuat salah. Dan ia bukan orang yang menunaikan amanat sebagaimana mestinya. Setiap orang Ahmady ditingkat manapun ia berada harus selalu faham bahwa demi berpegang teguh kepada janji bai’at, demi menegakkan iman, dalam situasi bagaimanapun ia tetap harus menunjukkan kebenaran dan taqwa, supaya menjadi orang yang betul-betul menyempurnakan maksud dan tujuan kebangkitan Hazrat Masih Mau’ud a.s.  Di satu tempat Hazrat Imam Mahdi, Masih Mau’ud a.s. bersabda : ” Aku tidak pernah merasa gembira disebabkan banyaknya jumlah anggauta Jema’at. (Huzur atba bersabda : Yakni hanya banyaknya jumlah anggauta Jema’at bukan suatu hal yang menggembirakan beliau a.s.) Arti Jema’at hakiki bukanlah hanya bai’at sambil mengulurkan tangan, melainkan Jema’at baru mustahak dikatakan Jema’at hakiki apabila mereka mematuhi sepenuhnya hakikat bai’at. Dan timbul perobahan yang sesungguhnya didalam diri mereka dan kehidupan mereka betul-betul bersih dari dosa dan dari setiap keburukan. Bebas dari dorongan-dorongan hawa nafsu dan terlepas dari cengkeraman syaitani kemudian tenggelam dalam samudera kecintaan Allah swt, dan memenuhi hak-hak Allah swt dan hak-hak sesama manusia secara kamil. Timbul kegandrungan didalam hati mereka terhadap agama dan terhadap penyebaran Agama. Menjadi hamba milik Tuhan dengan melenyapkan keinginan-keinginan serta harapan-harapan yang timbul dari dalam kalbu. Orang Muttaqi adalah orang yang karena takut kepada Allah swt meninggalkan perkara-perkara yang bertentangan dengan kehendak Allah swt. Menganggap Nafs dan keinginan-keinginan nafsani dan dunia dengan segala isinya tidak mempunyai hakikat apa-apa dibanding dengan Zat Allah swt.”  Semoga Allah swt memberi taufiq kepada kita semua untuk menjalani kehidupan kita sesuai dengan keinginan-keinginan Hazrat Masih Mau’ud a.s. Amin !!   ( Alihbahasa dari Video Urdu oleh Hasan Basri)