Rabu, 13 April 2011

Ruh tanpa sifat-sifatnya adalah mati

 Bisa dikatakan bahwa jika jiwa atau ruh itu merupakan hasil ciptaan maka tentunya jiwa itu bersifat tidak abadi atau fana dengan pengertian bahwa suatu kondisi yang tidak lagi mengandung sifat-sifatnya bisa dianggap telah mati. Jika suatu obat telah kehilangan daya sembuhnya maka obat itu dianggap telah mandul atau mati.
 
Dalam keadaan tertentu, jiwa manusia dikaliskan dari sifat-sifatnya dan mengalami perubahan yang lebih besar dibanding raganya. Pada saat demikian bisa dikatakan jiwa itu telah mati karena telah kehilangan segala esensi sifatnya. Karena kasih hakiki dan pengabdian yang sempurna kepada Ilahi merupakan tanda kehidupan suatu jiwa, maka dalam Al-Quran dinyatakan bahwa jiwa yang hidup setelah meninggalkan raganya adalah yang tetap meretensi sifat-sifat esensial yang menjadi tujuan penciptaannya. Ketika suatu jiwa meninggalkan raganya dalam keadaan penuh dengan kasih Ilahi dan hasrat pengabdian kepada-Nya, maka jiwa ini tetap hidup sedangkan yang lainnya mati.

Jiwa yang kehilangan semua sifat-sifatnya dikatakan telah mati. Ketika tidur, baik raga maupun jiwa mengalami kematian, dengan pengertian karena telah kehilangan semua fitrat yang dimiliki ketika sedang dalam keadaan terjaga. Kematian tidak semata-mata hanya berarti non-eksistensi, kehilangan segala sifat-sifat yang esensial juga merupakan sejenis kematian. Sebagai contoh, ketika suatu raga mengalami kematian maka materinya masih tetap ada. Begitu juga halnya dengan kematian jiwa yang berarti kehilangan semua sifat-sifatnya seperti ketika seseorang sedang tertidur, dimana jiwa mau pun raga kehilangan semua sifat yang dimiliki saat sedang terjaga.

Sebagai contoh, ketika jiwa seseorang dalam mimpi bertemu dengan seorang yang sudah mati dan tidak menyadari kalau yang bersangkutan itu sebenarnya sudah tidak ada. Jiwanya melupakan kehidupan yang sekarang ini ketika terlelap dalam tidur, dan dengan melepaskan jubah kehidupan sekarang, ia lalu mengenakan jubah baru sambil melupakan semua pengetahuan dan ingatan akan dunia kecuali sebatas yang disisakan oleh Allah s.w.t.  Jiwa ini akan menunda semua kegiatan dan sepenuhnya hadir di hadapan Tuhan. Semua gerakan, bicara dan emosinya berlangsung di bawah kendali Allah s.w.t.  Jiwa ini kehilangan semua pilihan sehingga tidak dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang didengar atau dikatakan dalam mimpi adalah rekaan pilihannya sendiri. Jiwa ini memperlihatkan segala tanda-tanda kematian. Dalam keadaan tertidur, sebenarnya jiwa lebih mengalami kematian dibanding raganya. Kalau saja manusia mau merenungi kondisi mereka ketika tertidur, mereka akan menyadari bahwa sebagaimana jiwa itu dikecualikan dari kematian maka jiwa dalam tidur juga menikmati pengecualian tersebut.

Kondisi kita ketika sedang tertidur merupakan cerminan dari tujuan pemahaman tentang kondisi ketika mati. Ia yang memang mencari pemahaman hakiki tentang ruh atau jiwa, perlu baginya merenungi secara mendalam kondisinya ketika sedang tidur. Misteri kematian bisa diungkapkan melalui pengalaman seseorang ketika tidur. Jika kalian merenungi secara mendalam tentang misteri mimpi dan tidur serta menganalisis bagaimana jiwa mengalami sejenis kematian ketika sedang tidur karena kehilangan semua pengetahuan dan sifat-sifatnya, kalian akan menyadari bahwa kematian mempunyai banyak kemiripan dengan tidur.
Karena itu tidak benar jika dikatakan bahwa setelah jiwa berpisah dari raganya maka jiwa akan terus menikmati keadaan sebagaimana waktu masih hidup. Dengan kehendak Ilahi maka jiwa mengalami kematian seperti ketika tidur, hanya saja kondisinya lebih intens dan semua fitrat-fitratnya menjadi pupus. Itulah yang disebut sebagai kematian jiwa. Baru setelah itu jiwa yang biasa berkinerja semasa hidupnya lalu dihidupkan kembali.

Tidak ada ruh atau jiwa yang memiliki kapasitas untuk hidup terus berdasar kemampuannya sendiri. Apakah kalian punya kemampuan dan kendali atas keadaan dan sifat-sifat kalian ketika tidur sebagaimana kondisinya ketika sedang dalam keadaan jaga? Begitu kalian terlelap tidur maka jiwa kalian mengalami suatu perubahan dan menderita suatu bentuk ketiadaan sebagaimana Allah s.w.t. berfirman dalam ayat "

"Allah mencabut ruh manusia pada waktu mereka mati dan juga ruh mereka yang belum mati, di waktu tidur mereka. Maka Dia menahan ruh orang-orang yang dia menetapkan atas mereka mati dan Dia mengirimkan kembali yang lain hingga masa tertetap. Sesungguhnya dalam yang demikian itu ada tanda-tanda bagi kaum yang merenungkan" (Az-Zumar, 39 :43).

Berarti pada saat seseorang mati, jiwanya sepenuhnya berada dalam kendali Allah swt dan kehilangan semua hak pilihan dan kesadaran. Dengan kata lain, mereka dikaliskan dari segala fitrat-fitrat kehidupan dimana mereka seolah-olah menjadi non-eksis. Sebenarnya mereka tidak sepenuhnya mati tetapi memasuki suatu kondisi mirip kematian dalam keadaan tidur, yang berlangsung di bawah kendali Allah swt serta mengalami perubahan berupa kehilangan segala kesadaran dan perasaan duniawi.

Baik dalam keadaan tidur atau pun kematian, Tuhan menguasai jiwa sedemikian rupa sehingga jiwa itu kehilangan segala pilihan dan kesadaran yang merupakan tanda-tanda kehidupan. Jiwa yang kemudian mengalami kematian selanjutnya akan ditahan oleh Tuhan dan tidak bisa lagi kembali ke dunia, sedangkan jiwa yang belum ditakdirkan mati akan dikembalikan-Nya. Dalam gejala ini terdapat tanda-tanda bagi mereka yang mau berfikir.

Ayat Al-Quran di atas menggambarkan bahwa jiwa mengalami kematian sebagaimana halnya dengan raganya. Namun Al-Quran mengindikasikan bahwa ruh atau jiwa orang-orang yang bertakwa akan dihidupkan kembali dalam jangka waktu singkat, ada yang dalam tiga hari, seminggu atau mungkin empatpuluh hari setelah kematian dan dianugrahi kehidupan kedua yang nyaman dan menyenangkan. Untuk kehidupan seperti itulah para hamba Allah yang muttaqi menghampiri Wujud-Nya dengan segala keikhlasan dan berupaya sedapat mungkin keluar dari kegelapan ego mereka sendiri serta menempuh hidup sulit dalam mencari keridhoan Allah s.w.t. sedemikian rupa sehingga kondisi mereka menyerupai kematian juga.

Sebagaimana yang diungkapkan ayat Al-Quran di atas, ada sejenis kematian bagi ruh atau jiwa seperti juga yang dialami oleh raganya, hanya saja keadaan tersembunyi tersebut tidak jelas di dunia yang penuh kegelapan ini. Namun keadaan mimpi merupakan ilustrasi dari keadaan itu yang menyerupai kematian jiwa di dunia ini. Adalah pengalaman kita semua bahwa begitu kita terlelap dalam tidur maka semua fitrat jiwa kita akan berubah dimana kita melupakan segala fitrat keruhanian dan ragawi kita serta semua pengetahuan yang dimiliki jiwa menjadi non-eksis. Kita mengalami dalam mimpi bagaimana jiwa kita kehilangan semua fitrat yang dimiliki ketika sedang terjaga dan menjadi sesuatu yang berbeda. Kondisi tersebut menyerupai kematian dan sesungguhnya memang merupakan sejenis kematian. Semua ini secara konklusif menunjukkan kalau kematian yang dialami ruh atau jiwa sebagai akibat matinya raga, menyerupai kematian yang dialami ruh ketika sedang tidur, hanya saja dalam takarannya yang lebih berat. (Chasma Marifat, Qadian, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908);

Tidak ada komentar:

Posting Komentar