Menanggapi ucapan seorang anggota Dewan yg menyatakan bahwa : "Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Tuhan", berikut penjelasan nya :
Tuduhan ini mungkin berasal setelah penuduh membaca sebuah tulisan ilhamyg diterima oleh Imam Mahdi : "Ra'aitunii fil manaami 'ain Allah" - "Aku melihat diriku sebagai Allah dalam mimpi" (Kitabul Bariyah.h.79)
Jadi kalo mau jujur, jelas bahwa Imam Mahdi tidak pernah menganggap dirinya sebagai Tuhan. Tetapi beliau bermimpi - atau melihat di dalam mimpi.
Mimpi dan dunia nyata sangatlah berbeda. Dan apapun dalam bisa terjadi dalam mimpi (siapa yg bs atur mimpi?). Dan mimpi bukanlah kehendak. Kehendak adalah sesuatu yg terjadi dalam kondisi nyata.
Rasulullah saw pernah bermimpi mengenakan gelas emas di kedua tangannya. Padahal semua tahu bahwa beliau mengharamkan emas bagi pria. Tetapi emas di tangan rasul saw itu adalah dalam mimpi beliau. Bisa kah kemudian beliau saw dituduh telah menyalahi syariat?
Imam Abu Hanifah pernah bermimpi mengumpulkan tulang belulang rasul saw, kemudian sebagian dia simpan, sebagian lagi dia buang. Bagi pendengar awam, secara sepintas besar kemungkinan akan emosi dan menyatakan bahwa Abu Hanifa telah durhaka, karna membongkar kubur nabi saw, apalagi membuang sebagian tulang belulang saw, masya Allah durhaka sekali perbuatan itu. Karna nafsu emosi maka terlupakanlah bahwa itu adalah peristiwa dalam mimpi. Karna hawa nafsu juga bisa dituduh bahwa Abu Hanifah menginginkan membongkar makam nabi, menyimpan sebagia tulang nya, dan membuang sebagian tulang lainnya. Itulah dasar atau alasan yang sama di mana awam telah tuduhkan kepada Imam Mahdi a.s. atas mimpi beliau saw.
Padahal tafsir mimpi Abu Hanifah sebagaimana yg ditakwilkan oleh Ibn Sirin : "Mimpi itu sangat beberkah, yaitu Tuan akan memiliki ilmu Rasulullah saw dan menjaga sunnah beliau saw sedemikian rupa, sehingga Tuan dapat memisahkan antara yg shahih dan yg tidak shahih" (Tadzkiratul Auliya, bab XVIII, hal.145-146).
Terhadap mimpi tsb demikianlah penjelasan Imam Mahdi a.s. :
"Kami tidak memaknakan peristiwa ini sebagai mana yg dimaknakan dalam kitab-kitab para pengikut Wihdatul Wujud (yakni aku sendiri adalah Tuhan), dan kami tidak memaknakan hal itu seperti pendapat para Hululiyin (Tuhan menitis dalam diriku), bahkan peristiwa ini sesuai dengan hadits Nabi kita Muhammad saw, yaitu hadits riwayat Imam Al Bukhari tentang penjelasan martabat hamba-hamba Allah yg shaleh yng berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melakukan ibadah nafal".
Hadits Qudis yg dimaksud : "Seorang hamba-Ku yang senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada-Ku dengan mengerjakan ibadah nafal sehingga Aku mencintainya, apabila Aku telah mencintainya, maka Aku akan menjadi matanya yg dengannya ia melihat; Aku akan menjadi telinganya yg dengannya ia mendengar; Aku akan menjadi tangannya yg dengannya ia memegang; Aku akan menjadi kakinya yg dengannya ia berjalan; Aku akan menjadi hatinya yg dengannya ia berfikir; Aku akan menjadi lidahnya yg dengannya ia berbicara; ....." (Bukhari Muslim, Kanzul Ummal, Juz I/1157)
Allamah Sayid Abdul Ghani An Nablusi dalam Kitab tafsir mimpi Ta'tirul Anam fi Ta'biril Manam menerangkan takwil demikian : "Seorang yg melihat dalam mimpi bahwa ia seolah-olah menjadi Tuhan, maka artinya ialah Allah SWT akan segera menyampaikannya ke tujuan petunjuk"