Sabtu, 02 April 2011

Masa Depan Kebebasan Beragama di Indonesia

I. Pendahuluan

Masalah agama dan keyakinan adalah domain manusia secara individu. Tidak ada, tidak pernah ada dan tidak akan pernah ada satu kekuatanpun yang diberi hak dan memiliki kemampuan mengatur hati manusia kecuali manusia pemilik hati itu sendiri.
          Karena kebebasan memilih agama dan keyakinan melekat pada eksitensi manusia sebagai sebuah anugerah agung dari Tuhannya maka manusia bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhannya semata atas pilihannya.
Kebebasan beragama di Negara Kesatuan Republik Indonesia sesungguhnya mempunyai landasan kuat dan masa depan yang cerah dan dapat diwujudkan melalui falsafah Negara Pancasila dan UUD 1945.

II. Kebebasan Beragama Dan Berkeyakinan Menurut Agama Islam

Indonesia bukan Negara agama dan bukan negara sekuler namun faktanya penduduk Indonesia adalah penduduk yang memeluk agama dan mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Karena itu ajaran Islam pantas menjadi sebagai dasar etika dalam kaitannya dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.

Dalam agama Islam kebebasan beragama dan berkeyakinan sangat dijamin Allah SWT sebagaimana tercermin dalam Kitab Suci Al Qur’an.  Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an “Dan katakanlah kebenaran dari Tuhan mu, maka barang siapa menghendaki berimanlah dan barang siapa menghendaki maka ingkarlah”. (Al-Kahfi, 18:29); Tidak ada paksaan dalam agama “(Al Baqarah, 2:256); “Bagimu agama mu dan bagiku agama ku” (Al Kaafiruun; 109:6). Tuhan yang menciptakan seluruh alam dengan segala isinya justru memberikan kebebasan kepada manusia untuk tidak mempercayai Nya sekalipun.

Berbeda faham adalah suatu keniscayaan dalam sebuah masyarakat majemuk, bahkan dalam satu agama sekalipun. Berbeda faham adalah suatu realitas social dan sejarah manusia. Allah swt. berfirman :

  1. “Dan seandainya Tuhan mu memaksakan kehendak-Nya, niscaya Dia telah menjadikan manusia menjadi satu umat saja, tetapi mereka senantiasa berbeda pendapat”. (Hud, 11 : 118).
  2. “Dan seandainya Allah swt, menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu semua satu umat saja. Akan tetapi Dia hendak menguji kamu dengan apa yang Dia berikan kepada kamu, maka berlomba-lombalah kamu didalam kebajikan, kepada Allah kamu sekalian akan kembali dan kelak Dia akan memberitahukan kepadamu apa-apa yang senantiasa kamu perselisihkan”, (Al Maidah, 5:48).
  3. “Dan sekiranya Tuhan engkau memaksakan kehendak Nya, niscaya semua orang yang ada dimuka bumi ini akan serentak beriman semuanya. Apakah engkau akan memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman”. (Yunus,10:99).

Oleh karena itu perbedaan pemahaman, persepsi dalam umat beragama akan terus berlangsung dan ia menjadi motor penggerak dinamika kehidupan manusia yang telah dianugrahi akal oleh Allah swt.

III. Kebebasan Beragama Menurut Pancasila & UUD 1945

Sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa”, mengisyaratkan:
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan kepercayaan dan agamanya masing-masing,
2. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
3. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain, karena agama dan kepercayaan adalah hal yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa sebagai Khaliqnya.

Undang Undang Dasar 1945 pasal 28 dan 29  dimana Negara kita menjamin kebebasan beragama, dinyatakan:

Pasal 28 E:
  1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
  2. Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaannya, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Sedangkan dalam pasal 29 UUD 45 Bab XI, Agama dinyatakan :
  1. Negara berdasar atas ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Pasal ini merupakan jaminan negara atas kebebasan beragama di NKRI Setiap penduduk  berhak dan bebas memeluk serta beribadah, dan beramal sesuai dengan agama, keyakinan dan kepercayaannya,
Hal ini dikuatkan lagi dalam Pasal 18 Kovenan Internasional tentang Hak hak Sipil dan  Politik  sebagai  alat perlindungan secara universal. 

Pernyataan Umum tentang Hak-hak Asasi Manusia oleh  Perserikatan Bangsa-Bangsa/United Nations pasal 18 :

Pasal.18 Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan  kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya, melaksanakan ibadahnya dan  mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di  muka umum maupun sendiri.

Undang-Undang Undang-Undang HAM 1999, UURI No.30 Tahun 1999 tentang HAK ASASI MANUSIA :

Pasal 22
  1. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
  2. Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu

Baik agama Islam maupun perundang-undangan di Indonesia memandang bahwa bebebasan memeluk suatu keyakinan agama dibutuhkan bagi pemenuhan kebutuhan spiritual setiap orang yang mempercayai suatu agama. Kebebasan itu sendiri, yang merupakan ranah intelektual manusia, bukanlah sebuah bentuk kejahatan.
Sesuatu baru dapat dinyatakan sebuah kejahatan manakala dalam implementasinya ia mengambil bentuk ancaman, pemaksaan, bahkan membahayakan keselamatan orang. Jadi jelas bahwa kejahatan bertalian dengan perbuatan, bukan bertalian dengan fikiran, keyakinan dan kepercayaan.

IV. Kebebasan Beragama di Indonesia

Dalam kenyataannya di Indonesia, masih terjadi penyerangan, pengrusakan, penghancuran, pembakaran, penutupan pusat pusat kegiatan beribadah seperti mesjid, kantor dan rumah-rumah warga, tidak ketinggalan juga penjarahan terhadap harta benda milik warga, malah diusir dari rumah tinggal mereka, serta dibunuh. Dan ironisnya, kelompok anarkis seakan dibiarkan melakukan aksinya tanpa tersentuh hukum bahkan di beberapa daerah pemerintah yang memegang amanah untuk mengawal pengamalan Pancasila dan UUD 45 bertindak bertentangan dengan UUD itu sendiri. Ini terbukti dalam kasus-kasus penutupan tempat ibadah-ibadah oleh beberapa Pemerintah Daerah seperti di Kabupaten Bogor, Sukabumi, Kuningan, Lombok dll.
Kasus rasial Ambon, Maluku Utara, Poso beberapa waktu lalu, melengkapi halaman sejarah hitam kebebasan beragama dan kerukunan antar dan inter umat beragama di Indonesia. Begitu juga dengan penutupan tempat-tempat yang dipergunakan untuk beribadah agama lain di Karawang, Bekasi dan beberapa tempat lainnya di Jawa Barat, oleh sekelompok orang yang mengatas namakan agama menambah buruk citra bangsa Indonesia ini.

Dapat dikatakan bahwa kebebasan beragama, kerukunan antar dan inter umat beragama yang digagas Pancasila dan UUD 45 dan dihembuskan spiritnya oleh Islam, baru sebatas wacana dan masih menjadi harapan umat beragama khususnya bagi sekelompok umat Islam minoritas. Naungan agama, falsah Pancasila dan UUD 45 dalam kenyataannya belum cukup mengantarkan bangsa Indonesia kepada kebebasan beragama sepenuhnya.

V. Beberapa faktor terjadinya tindakan anarkis

Ada beberapa factor yang berpotensi memunculkan tindakan-tindakan anarkis, diantaranya:
  1. Tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran yang tinggi.  (Dalam beberapa kasus terbukti bahwa aksi anarkis  dilakukan oleh kelompok masyarakat atas desakan ekonomi.
  2. Tingkat literasi masyarakat yang rendah sehingga mudah ter provokasi.
  3. Lemahnya penegakan hukum (law enforcement).
  4. Adanya oknum aparat yang tidak memposisikan diri seadil-adilnya serta bersikap diskriminatif dalam penegakan hukum.

VI. Kesimpulan

Untuk mengatasi krisis yang melanda kebebasan beragama di Indonesia, harus ada kerjasama antara pemerintah dan para pemimpin agama dengan pemahaman yang penuh akan asas asas keagamaan dan ketatanegaraan sehingga dalam langkah-langkah konkritnya tidak terjadi saling tumpang tindih dan saling menunggangi. Peran yang harus diambil kedua elemen ini adalah :

A. Pemerintah
Dalam menghadapi keberagaman pemahaman agama warga Negara, pemerintah harus berpegang teguh kepada Pancasila dan UUD 1945 yang menegaskan bahwa:
  1. Sejak semula Negara Republik Indonesia didirikan diatas kemajemukan suku bangsa, agama dan keyakinan, dll dan Negara melindungi keberagaman tsb.
  2. Pemerintah tidak mencampuri dan tidak memihak dalam perbedaan faham itu. Pemerintah bekerja menegakkan konstitusi karena itu sejauh tidak menyalahi konstitusi pemerintah berdiri sebagai penengah dan tidak ikut-ikutan dalam menyatakan sesat, mengharamkan bahkan melarang eksitensi pemahaman agama manapun.
  3. Intervensi pemerintahan terhadap keberagaman pemahaman agama hanyalah dalam upaya menegakkan hukum demi terwujudnya keamanan dan kedamaian dalam masyarakat, sehingga pihak manapun yang melakukan tindak kekerasan, anarkis dan memaksakan sesuatu paham agama kepada yang lain ditindak sesuai undang-undang yang berlaku.
  4. Pemerintah harus membedakan antara ranah kehidupan publik dan kehidupan pribadi. Untuk kehidupan publik harus ada konsensus yang dibangun berdasarkan prinsip kesamaan warga negara dan diatur dalam aturan hukum nasional. Namun untuk ranah kehidupan pribadi masing-masing warga biarlah warga itu sendiri yang menentukan warga negara itu bebas untuk memilih gagasan apapun, atau mempercayai pemahaman agama apa pun sejauh tidak melakukan kekerasan dan tindakan kriminal.   

B.   Pemimpin Agama 
Peran pemimpin, tokoh agama sangat penting dalam mewarnai umat.
Riwayat para nabi sarat dengan suri tauladan bagi semua umat dalam mengamalkan ajarannya, sikap santun, toleransi, kasih sayang menebarkan kesejukan, ketentraman dan kedamaian kesekelilingnya. Menjadi daya tarik yang luar biasa bagi masyarakat sekelilingnya.  Sejarah Rasulullah saw. membuktikan bahwa pada masa damailah orang banyak masuk Islam.

Pada peristiwa Wada’ (perpisahan), beberapa waktu menjelang kewafatannya, dihadapan sejumlah besar Muslimin, Rasulullah saw berkhotbah.
“Wahai sekalian manusia! Tuhan mu itu Esa dan nenek moyang mu satu jua. Seorang Arab tidak mempunyai kelebihan atas orang bukan Arab. Seorang kulit putih sekali-kali tidak mempunyai kelebihan atas orang berkulit merah, dan begitu pula sebaliknya, seorang kulit merah tidak mempunyai kelebihan apa juapun di atas orang berkulit putih, melainkan kelebihannya ialah sampai sejauh mana ia melaksanakan kewajibannya terhadap Tuhan dan manusia”.
“Orang yang paling mulia diantara kamu sekalian pada pandangan Tuhan ialah yang paling bertaqwa diantara kamu.” (Baihaqi).

Ini merupakan Magna Carta – piagam persaudaraan dan persamaan umat manusia, khutbah Rasulullah SAW. Ini mengandung nilai moral universal yang tak akan lapuk ditelan zaman.

VII. Penutup

Untuk dapat mewujudkan kehidupan beragama yang sejuk dalam masyarakat, kemajemukan, keberagaman, sikap toleransi dan menghargai yang lain harus terus disosialisasikan kepada masyarakat baik secara formal melalui lembaga-lembaga pendidikan maupun non-formal dan pemerintah secara tegas menegakkan hukum yang berlaku secara adil.

Mudah-mudahan dengan usaha-usaha ini negeri tercinta Indonesia menjadi sebuah negeri yang aman sejahtera bagi setiap warganya. Amin.


Sumber bacaan:
1)     Al Quran, Terjemahan dan Tafsir Singkat, Islam International Publication Ltd. 2002.
2)      UUD 45 dan Amandemennya.
3)      Kala Fatwa Menjadi Penjara. Wahid Institute, Jakarta 2006


¯ Makalah ini dibacakan dalam acara Nurcholis Madjid Memorial Lecture berupa diskusi public Islam dan Kemajemukan Indonesia. Diselenggarakan oleh Pusat Studi Islam Dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina pada hari Rabu, 19 Juli 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar