Jumat, 22 April 2011

Apa itu Takabur?

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menulis:

“Saya mengingatkan jemaah saya agar menjauhi sifat takabur karena takabur tidak disukai Allah swt.. Anda mungkin tidak terlalu memahami apa yang dimaksud dengan takabur. Karena itu, dengarkan kata saya. Karena, saya berbicara di bawah bimbingan Ilahi.

[1] “Barangsiapa yang memandang rendah saudaranya [di]karena[kan] ia merasa dirinya lebih terpelajar, lebih bijak, atau lebih ahli, sesungguhnya ia takabur. Sebab, ia tidak menghargai Tuhan sebagai Maha Sumber-dari-segala intelegensia serta pengetahuan dan merasa dirinya sebagai sosok yang punya arti lebih. Apakah dipikir[an]nya Tuhan tidak mempunyai kekuasaan untuk mengenakan padanya penyakit kegilaan dan mengaruniakan kepada saudara yang dipandangnya rendah berupa karunia pengetahuan dan keahlian [yang] lebih daripadanya?

[2] “Begitu juga dengan ia yang karena merasa diri lebih dalam kekayaan, status sosial, ataupun kehormatan, lalu memandang rendah saudaranya, ia telah takabur karena melupakan bahwa kekayaan, status, dan kehormatannya itu adalah karunia Ilahi. Ia itu buta dan tidak menyadari kalau Tuhan memiliki kekuasaan untuk menjadikannya dalam sekejap menjadi lebih rendah dari yang terendah dan mengaruniakan kepada saudara yang dianggapnya rendah berupa kekayaan yang lebih daripadanya.

[3] “Demikian pula dengan ia yang menyombongkan kesehatan fisiknya atau menjadi angkuh karena kecantikan/keelokan wajah dan kekuatan badan, lalu menganggap rendah saudaranya dengan mengolok-olok atau mencemoohkan kekurangan diri saudaranya itu. Ia tidak menyadari bahwa Allah Yang Maha Agung mempunyai kekuasaan untuk: [i] menimpakan atas dirinya kekurangan fisik yang akan menjadi lebih buruk dari saudaranya; dan, [ii] menganugerahkan kepada saudara yang dihina tersebut [berupa] kesehatan yang baik atau kestabilan kondisi/stamina.

[4] “Serupa dengan itu adalah seseorang yang lalai dalam shalat karena merasa yakin benar akan kemampuan fitrat dirinya: Ia dikatakan takabur. Karena, dia tidak menyadari adanya sang Maha Sumber-dari-segala kekuatan dan kekuasaan.

[5] “KARENA itu, wahai, Anda yang saya kasihi! Ingat-ingatlah selalu peringatan saya ini! Agar, jangan sampai tanpa Anda sadari lalu dianggap takabur dalam pandangan Allah swt.:

[6] “Ia yang mengkoreksi saudaranya tentang cara pengucapan suatu kata, sesungguhnya termasuk takabur.

[7] “Ia yang tidak mendengarkan bicara saudaranya dengan santun dan memalingkan wajahnya, ia termasuk takabur.

[8] “Ia yang merasa enggan atau keberatan atas saudara yang duduk di dekatnya, ia termasuk takabur.

[9] “Ia yang menertawakan atau mengolok-olok saudaranya yang sedang shalat, ia termasuk takabur.

[10] “Ia yang tidak taat sepenuhnya kepada sosok pribadi yang diutus Tuhan dan Rasul Allah, ia termasuk takabur.

[11] “Ia yang tidak memperhatikan petunjuk ‘sosok pribadi demikian’ serta tidak mempelajari ‘karya tulisnya’ dengan seksama, ia termasuk takabur.

[12] “Karena itu, upayakanlah selalu jangan sampai Anda takabur dalam segala hal. Agar Anda terpelihara dari kebinasaan. Dan agar Anda memperoleh keselamatan.

[13] “Bersandarlah kepada Tuhan dan kasihilah Dia dengan sepenuh hati.

[14] “Serta, takutilah Dia dengan hati yang setakut-takutnya.

[15] “Sucikan hati Anda dan sucikan niat.

[16] “Bersikaplah lemah lembut dan rendah hati, serta jauhi kejahilan agar Anda mendapat rahmat/kasih [Allah].”[]
--
*Kutipan «”Nuzûlu 'l-Masîĥ” oleh penerbit {Dhiyâ'u 'l-Islâm Qâdiyân Press} tahun 1909» pada «”Rûĥânî Khazâ'in Jilid XVIII”, {1984: Additional Nâzir Isyâ’at London}, halaman 402—403» dalam The Essence of Islam Volume II, editor oleh Munawar Ahmad Sa’eed, Islam International Publications Limited, 2004, “Bab XII, Sub-Bab «Apakah Takabur Itu?»”, penerjemah Alm. H. Abdul Qayum Khalid. Kutipan diedit kembali oleh «Rahmat Ali/Jakarta Selatan—Jumat, 22 April 2011».
--
Vocabulary:
Takabur a merasa diri mulia (hebat, pandai, dsb); angkuh; sombong;  ketakaburan n perihal atau sifat takabur; kesombongan.”
*Kamus Bahasa Indonesia. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008, xvi, 1826 hlm.. ISBN 978-979-689-779-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar